Episode 3
Hee-jin
terbangun di rumah sakit. Ia mengamati sekelilingnya. So-kyung masuk ke kamar
sambil menjawab telpon dari ibunya Hee-jin, yang khawatir tentang kondisi
anaknya. So-kyung menenangkan ibunya Hee-jin agar jangan khawatir. Hee-jin
sebenarnya cuman tegang saja karena peluncuran dramanya.
So-kyung
mengatakan pada Hee-jin bahwa tadi Hee-jin pingsan disaat penampilan
perdananya. Bagaimana nantinya Hee-jin bisa beradaptasi dengan dirinya.
Hee-jin
menanyakan pada So-kyung tentang seorang pria berpakaian Joseon dengan pedang
di tangannya. Pria itu berkuda. Dan, pria itu membunuh seseorang, dimana
darahnya menciprat ke arahnya. Orang itu mati… lalu berubah menjadi abu… dan
menghilang di udara…
So-kyung
menganggap Hee-jin sedang menceritakan mimpinya. Karena Hee-jin ditemukan
pingsan di hutan oleh para staff.
“Apakah
aku bermimpi?” tanya Hee-jin.
So-kyung
membenarkan.
Benarkah
ini mimpi? Tapi Hee-jin sama sekali bukan bermimpi…
So-kyung
tetap mengatakan pada Hee-jin kalau Hee-jin memang sedang bermimpi. Dan, ia
menyuruh Hee-jin agar segera menelpon ibunya. So-kyung mengomel pada Hee-jin
yang telah membuat rusak baju sponsor yang dipakainya untuk konferensi pers.
Hee-jin
beranjak dari ranjangnya dan ia memeriksa bajunya. Sama sekali tidak ada bercak
darah. Padahl jelas-jelas bajunya terciprat darah orang itu. Ia menjadi
mempertanyakan kembali, apakah benar tadi itu hanya mimpi belaka?
Berita
pingsannya Hee-jin sampai ke telinga Dong-min. Manajernya memberitahu Dong-min
bahwa tadi para staff menemukan Hee-jin pingsan di hutan. Pingsannya Hee-jin
karena terlalu gugup. Namun, Dong-min tidak percaya. Bagaimana mungkin seorang
yang pernah mengikuti Miss Korea pingsan karena gugup?
Dong-min
melihat Na-jung dan manajer Na-jung lewat. Sekilas Na-jung seperti melirik ke
Dong-min. Dong-min dengan tersenyum nakal menanyakan pada manajernya, apa
Na-jung sudah punya pacar apa belum? Karena sepertinya Na-jung masih
menyukainya. Manajernya memperingatkan Dong-min agar jangan terlibat skandal
dengan Lady Jang ataupun Queen In Hyun. (kalau begitu bagaimana dengan Dongyi?)
So-kyung
yang sedang berada di depan vending
machine mendapatkan telpon dari Dong-min. Dong-min tidak percaya kalau
Hee-jin pingsan karena gugup. Pasti ini ulah Na-jung yang telah menekan Hee-jin
karena Hee-jin yang mendapatkan pemeran utama. Dong-min memberitahukan kalau
besok ia akan datang menjenguk Hee-jin.
Manajernya
Dong-min benar-benar telah dibuat pusing oleh artisnya. Dong-min mengatakan
saat pertemuan nanti akan ada banyak reporter yang datang, dan ia akan membuat
nama Choi Hee-jin muncul diurutan pertama search
engine.
Hee-jin
sedang disibukkan mencari ponselnya. Tidak ada di dalam tasnya. So-kyung
menanyakan apa Hee-jin memiliki foto-foto aneh di dalam ponselnya? Karena itu
adalah sesuatu yang privasi. Dan, kalau ponsel itu jatuh ke tangan yang tidak
bertanggung jawab, bisa saja orang tersebut akan menyebar luaskannya.
Justru
Hee-jin menemukan sebuah kertas kuning bertuliskan Hanja. Kertas itu jelas
bukan milik Hee-jin. So-kyung mengatakan bahwa isi dari tas Hee-jin berkeluaran
saat pingsan. Staff tersebut memasukkan semua barang ke dalam tas Hee-jin dan
mungkin tanpa sengaja ponsel Hee-jin terjatuh.
So-kyung
menyuruh Hee-jin agar menelpon ke ponselnya. Ponsel Hee-jin ternyata berada di
tangan Boong-do. Dengan kebingungan tingkat tinggi, Boong-do memerhatikan
dengan seksama benda berdering di depannya. (lucu deh melihat tampang
bodohnya).
So-kyung
mencoba melacak dimana keberadaan ponsel Hee-jin melalui GPS. Ponsel Hee-jin
berada di dalam Istana Gyeongbuk. Hee-jin heran karena harusnya kan, ponselnya
berada diluar istana, tapi kenapa ada di dalam istana?
Sekali
lagi Hee-jin menghubungi ponselnya. Tidak diangkat.
Jelas
saja tidak diangkat. Karena tentunya Boong-do mana tahu cara mengangkatnya.
Boong-do
teringat saat ia melihat para staff datang mencari Hee-jin. Ia pun bersembunyi
di balik pohon. Kertas jimatnya ikut terangkut ke dalam tas Hee-jin, dan ponsel
Hee-jin yang tertinggal. Boong-do pun memungut ponsel tersebut.
Boong-do
terus memandangi ponselnya tanpa tahu harus menjawabnya bagaimana…
Yoon-wol
dibawa ke hadapan Perdana Menteri Min Am. Sayangnya, umpan yang dipakai oleh
Perdana Menteri Min Am tidak berhasil untuk menarik keluar Boong-do. Sebagai
seorang pria, harusnya Boong-do memiliki ketertarikan pada Yoon-wol, karena
mereka telah bersama beberapa tahun. Demi seorang wanita bukankah seorang pria
akan melakukan apapun.
Yoon-wol
mengoreksi kata-kata Perdana Menteri Min Am. Boong-do hanya menjaga dan
melindunginya saja seperti seorang Nona. Karena ia hanyalah pelayan wanita.
Perdana
Menteri Min Am menarik kesimpulan dari kata-kata Yoon-wol. Cinta bertepuk
sebelah tangan. Demi seorang pria, bahkan seorang pelayan wanita rela mengorban
dirinya sendiri. Tapi, si pria malah melarikan diri.
Ja-soo
dan teman-temannya sedang minum. Ia tampak kesal karena belum mendapatkan
informasi terbaru dari Boong-do.
Pagi pertama
Boong-do di Seoul tahun 2012. Ia menyelusuri istana, dimana istana sama sekali
tidak mengalami banyak perubahan. Ia berpikir, sudah berapa lama waktu yang
dilewatinya? Ia menuju ke gerbang dan melihat sesuatu yang sangat asing di
kedua matanya. Gedung-gedung bertingkat; lalu lintas; dan keramaian kota Seoul.
Boong-do
memejamkan kedua matanya. Mungkin saat ini ia sedang bermimpi. Ia membayangkan
Joseon… saat ia membuka kedua matanya ia masih berada di tempatnya. Boong-do
syok dengan keadaan sekitarnya, tapi ia masih bisa mengendalikan dirinya agar
tetap tenang.
Boong-do
mendengar beberapa staff sedang mengobrol. Syuting hari ini ditunda hingga
sore, karena Ratu In Hyun sedang sakit. Boong-do teringat dengan perkataan
gadis yang ditemuinya kemarin pun menyebut kata syuting dan gadis itu juga
memperkenalkan dirinya sebagai Ratu In Hyun. Mungkinkah Ratu In Hyun yang
dimaksud adalah gadis itu?
Dong-min
sedang dirias.
Salah
seorang pemain datang dan bertanya dimana bajunya? Oh, ternyata Dong-min pun
kehilangan tasnya.
Lalu
siapa pencurinya?
Pencurinya
adalah Kim Boong-do!
Boong-do
menatap bingung benda-benda yang telah dicurinya. Lalu, ia mengamati
orang-orang diluar dan mempelajarinya sendiri. Oke. Boong-do pun mulai
mempraktekkannya sendiri. Daebak! Boong-do bahkan bisa menarik risleting jaketnya.
Ini sangat berbeda jauh dengan Lee Gak. Bahkan Lee Gak harus dibantu Park Ha
untuk menarik risletingnya.
Oke.
Praktik memakai baju dan celana jeans berhasil. Polesan terakhir adalah memakai
topi gunung. Hmm, terlihat seperti pria Seoul di tahun 2012.
So-kyung
benar-benar manajer yang baik. Ia menghabiskan makanan yang seharusnya dimakan
oleh Hee-jin sambil menonton berita mengenai peluncuran drama Hee-jin. Disitu
dikatakan bahwa Hee-jin tidak dapat hadir karena masalah kesehatan.
Hee-jin
dengan ekspresi polosnya seakan mengatakan itu bukan salahnya. Manajernya hanya
bisa bersabar menghadapi tingkah artisnya. Kayaknya manajer artis Korea sering
kali kewalahan menghadapi artisnya sendiri ya… apalagi saat artisnya terlibat
banyak skandal, wah manajerlah yang paling strez mengurusinya.
So-kyung
keluar dari kamar dengan membawa nampan makanannya. Giliran Hee-jin yang duduk
manis menonton. Ia mengganti channel tivi, hingga matanya tertumbu pada berita
yang mengatakan bahwa kemarin ada seekor kuda hitam berkeliaran di jalanan.
Kuda itu seperti kuda yang terdapat pada zaman Joseon. Hee-jin memekik karena
ia tentunya mengenali kuda itu. Berarti ia tidak bermimpi. Itu nyata.
Hee-jin
telah berganti baju dan di koridor rumah sakit ia berpapasan dengan So-kyung.
Ia meminta kunci mobil dan ponsel So-kyung. Sekali lagi ia menanyakan cara
menggunakan GPS pada So-kyung. Setelah mengetahuinya, Hee-jin lekas ke lokasi
syuting untuk menemukan orang itu.
Hee-jin
tiba di lokasi syuting dan mulai mengaktifkan GPS-nya. Staff drama tahunya ia
sedang berada di rumah sakit, dan akan menjadi heboh jika ia tiba-tiba muncul
di lokasi syuting dalam keadaan sehat bugar. Untuk itu, Hee-jin menyembunyikan
wajahnya dengan topi dan kacamata hitam. Keren, euy!
Tingkah
Hee-jin mirip stalker yang diam-diam
ke lokasi syuting untuk mencari idolanya.
Hee-jin
terus dan terus mencari. Setiap kali berpapasan dengan staff ataupun siapapun,
ia akan cepat menyembunyikan wajahnya.
Hee-jin
terhenti saat ponselnya menunjukkan keberadaan ponselnya berada di dekatnya. Ia
melihat seorang pria berpakaian hanbok. Langsung saja ia menepuk pria itu, eh
ternyata salah orang.
Dari
ponselnya, Hee-jin melihat ponselnya berada di dekatnya. Tapi ia tidak bisa
menemukannya, sampai seseorang menarik dan menyeret pergelangan tangannya.
Hee-jin
melongo melihat pria kemarin yang berpakaian hanbok, sekarang menjelma menjadi
pria zaman sekarang. Ia melihat tanda pengenal yang tergantung di leher pria
itu, STAFF.
“Apa kau
seorang staff?”
“Apa itu
staff?” Boong-do bertanya tidak tahu.
Hee-jin
lekas menarik Boong-do saat ada seorang staff yang berjalan mendekat. Ie
membawa Boong-do ke parkiran.
Hee-jin
bertanya mencerocos pada Boong-do. Ia tak bisa tidur gara-gara memikirkan
kejadian kemarin. Siapa sebenarnya pria di depannya ini? Apa pria di depannya
ini salah satu tim dari efek khusu? Apa kemarin itu hanya bagian dari efek
khusus saja; membunuh seseorang; dan darah? Harusnya semuanya itu dijelaskan
agar ia tidak bingung.
Bong-do
mengatakan kalau semuanya akan menjadi masalah kalau Hee-jin masih bingung
karena dirinya. Percayai saja apa yang dapat dimengerti. Boong-do lalu
mengatakan, “Aku mencari sesuatu milikku.”
Hee-jin
melihat Dong-min sedang berbicara dengan sutradara. Tak ingin ketahuan, Hee-jin
lekas masuk ke dalam mobil, dan menyuruh Boong-do masuk juga.
Parahnya,
Boong-do tidak tahu bagaimana caranya masuk. Setengah percaya dan tidak
percaya, Hee-jin terpaksa membantu membukakan pintu mobil.
Sesampainya
di dalam mobil, Hee-jin menyuruh Boong-do untuk memasang sabuk pengaman.
Parahnya benar-benar parah, Boong-do tidak tahu bagaimana cara memasang sabuk
pengaman. Hee-jin merasa bahwa Boong-do sedang mempermainkannya sekarang ini.
“Siapa
kau sebenarnya?”
Boong-do
malah tertawa dan itu makin membuat Hee-jin kesal. Boong-do tertawa karena ia
sama sekali tidak mengerti dengan maksud perkataan Hee-jin.
“Kau kan,
orang Korea? Kenapa kau tidak mengerti? Apa kau bodoh?”
“Anggap
saja aku tak berbeda dari orang bodoh. Jadi tolong jaga aku.”
Dengan
keterpaksaan tingkat tinggi, Hee-jin membantu memasangkan sabuk pengaman.
Setelah
sabuk pengaman terpasang. Barulah Boong-do mengerti kenapa tadi Hee-jin tampak
kesal padanya. Oh… jadi hanya karena ini…
Sutradara
sepertinya melihat Hee-jin. Ia bertanya pada Dong-min, “Bukankah Hee-jin berada
di rumah sakit?”
Saat
Dong-min mencari tahu, mobil sudah lebih dahulu meluncur meninggalkan parkiran.
Hee-jin
akan membawa Boong-do ke tempat teraman agar mereka bisa berbicara. Tapi,
Boong-do tidak punya waktu untuk berbicara. Ia datang kesini karena ingin
bertemu dengan Hee-jin.
“Aku?
Kenapa denganku?” tanya Hee-jin bingung.
“Karena
kau memiliki barangku?”
“Apa
itu?”
“Surat
kuning?”
“Surat
kuning? Ah, kertas itu.”
Sayangnya,
kertas jimat itu tidak dipegang oleh Hee-jin sekarang. Kertas jimatnya berada
di rumah sakit. Boong-do mendesak Hee-jin agar mengantarkannya ke tempat itu.
Karena ini tergantung hidup dan matinya. Hee-jin heran. Tiba-tiba ada mobil
yang menyalip mobilnya, dan itu membuat Hee-jin marah. Hee-jin pun menukas dan
mengomeli si pengemudi. Boong-do yang duduk di sampingnya hanya bisa menatapnya
dengan terbengong.
Di sebuah
kafe, duduklah Na-jung yang sedang membaca naskah dan manajernya yang
mendapatkan telpon dari direktur, yang memberitahu bahwa nama Na-jung menjadi top search engine di internet. Manajer
Na-jung menanyakan pada artisnya apa Na-jung terlibat perkelahian dengan artis
Choi Hee-jin?
Na-jung
yang penasaran lantas membaca artikelnya melalui i-pad. Tertulis, artis baru
Nona A diteriaki oleh artis pendukung Nona B. Bintang Hally Nona B menekan
artis baru Nona A. Mereka berdua menjadi saingan di dalam drama. Sebelum
syuting drama ini, Nona B selalu berteriak ke pada Nona A, dan membuat Nona A
pingsan dan dibawa ke rumah sakit. Itulah yang menyebabkan Nona A tidak dapat
hadir saat konferensi pers.
Na-jung
sepertinya mengerti orang yang telah menyebarkan rumor ini.
Di lokasi
syuting, Dong-min mendapat telpon, tapi ia tak mengangkat telponnya. Ia hanya
bergumam meledek sambil menjulurkan lidah.
“Sepertinya
kau mengalami tekanan darah tinggi. Kenapa pula kau harus bersikap arogan? Aku
tidak tertarik padamu.”
Mereka
tiba di rumah sakit. Terpaksa Hee-jin membukakan pintu mobil untuk Boong-do.
Masalah
lain yang timbul adalah Boong-do tidak tahu bagaimana cara melepaskan sabuk
pengamannya. Sekali lagi dengan keterpaksaan tingkat akut, Hee-jin membantu
melepaskan sabuk pengamannya. Jarak pandang mereka sangat dekat.
“Apa ada
kamera tersembunyi disini?” tanya Hee-jin pada Boong-do yang merasa telah
dipermainkan oleh pria asing ini.
Sembari
menunggu lift menuju ke lantai 13, Boong-do mengamati dan memerhatikan dengan
seksama yang ada di sekitarnya. Tentu saja ia bingung dengan dunia baru ini.
Tak hanya Boong-do yang mengalami kebingungan, Hee-jin pun mengalami
kebingungan menghadapi Boong-do yang dimatanya tampak seperti seseorang yang
bodoh.
“Sudah
berapa lama berlalu sejak pemerintahan Raja Sukjong?” tanya Boong-do pada
Hee-jin penasaran.
“Mungkin
sekitar 300 tahun. Karena di dalam naskah kami, itu tertulis tahun 1694,” jawab
Hee-jin menghitung waktunya.
Pintu
lift terbuka, tapi Boong-do belum beranjak dari tempatnya. Ragu dan bingung.
Seorang perawat masuk ke dalam lift. Hee-jin menyuruh Boong-do agar ikut masuk
juga. Dengan keraguaannya, Boong-do akhirnya masuk juga ke dalam lift.
Boong-do
melihat Hee-jin menekan tombol 13. Ia terus mengamati dengan seksama. Hee-jin
sampai heran sendiri melihat Boong-do.
Saat
perawat itu kekuar dari lift, barulah Hee-jin membuka suaranya dan bertanya
pada Boong-do. Habisnya ia agak heran melihat Boong-do yang terus mengamati ke
sekeliling ruang lift.
“Ini
pertama kalinya kau naik lift?”
“Benar.”
“Mobil
juga? Dan ponsel?”
“Mobil?”
Boong-do mengingat-ngingat mobil yang dimaksud. Jangan-jangan itu adalah sebuah
kereta yang dapat bergerak. Lalu ia menunjuk ke ponsel yang berada digenggaman
tangan Hee-jin memastikan apakah itu yang namanya ponsel. Ia meminta Hee-jin
agar tidak menanyakan apapun karena ia tidak tahu.
Hee-jin
menunjuk lengan Boong-do. “Kau masih hidup. Bukan hantu. Juga bukan dari tim
efek khusus. Lalu siapa kau!”
“Nama
keluargaku adalah Kim. Cucu dari keturunan ke-87 marga Kim. Petugas Kim
Boong-do dari Kantor Penasihat Khusus. Dan aku berasal dari masa 300 tahun yang
lalu,” ujar Boong-do memperkenalkan dirinya.
Hee-jin
no comment…
(wah,
kalo ada cowok yang kenalan begitu sama aku, pasti aku akan menganggap dia gila
atau mungkin telingaku yang salah dengar?)
Tibalah
mereka di kamar rawat Hee-jin. Mana percaya Hee-jin dengan semua bualan cerita
Boong-do. Berarti Boong-do salah satu dari orang di zaman Joseon dan anggota
dari Sukjong. Apa ini masuk akal? Lihat saja penampilan Boong-do yang sudah
seperti orang zaman sekarang. Sungguh tidak masuk akal. Siapa yang gila
diantara siapa?
Boong-do
mengatakan tak apa kalau Hee-jin tidak percaya, karena ia sendiri pun sulit
untuk mempercayainya. Yang penting ia harus menemukan kertas kuning itu, karena
itu bisa memberikan jawabannya.
Hee-jin
mulai mencari tasnya. Tapi dimana… karena ia tidak merasa pernah mengeluarkan
tasnya. Ia merutuki dirinya sendiri sambil melongokkan kepalanya ke bawah
kolong tempat tidur. Tapi kepalanya malah terantuk ranjang. Ia memegangi
kepalanya yang kesakitan.
“Ini
sulit untuk dipercayai ataupun harus dipercayai. Aku gila atau sudah mulai
stress? Apa mereka sudah mulai kehilangan akal mereka?” gumam Hee-jin yang
belum mengerti dengan situasinya ini.
Boong-do
membantu Hee-jin mencari tas di dalam toilet. Ia terus saja mengamati ke
sekitarnya dari sudut ke sudut. Seakan-akan ia merekamnya ke dalam memori
otaknya. Akhirnya ia menemukan tas Hee-jin di atas wastafel.
Hee-jin
yang disibukkan dengan pencarian tasnya dikejutkan dengan kedatangan Na-jung.
Boong-do
membuka tas Hee-jin dan berhasil menemukan kertas jimatnya. Akhirnya… Boong-do
bernapas dengan lega. Boong-do mendengar ada suara seseorang yang datang. Ia
pun bersembunyi di balik pintu toilet dan mengintai siapa yang datang.
Na-jung
dengan juteknya mengatakan bahwa ia datang kemari untuk mengunjungi pasien.
Tapi ternyata orang yang dikunjunginya baik-baik saja. Hee-jin hendak
mengatakan sesuatu. Dan, Na-jung keburu menyodorkan buket bunga. Na-jung bilang
jika mengunjungi orang sakit tidak boleh datang dengan tangan kosong. Saat
Hee-jin hendak mengambil buketnya, Na-jung menghantamkan buket itu berkali-kali
ka kepala Hee-jin. Na-jung marah karena rumor yang mengatakan bahwa dirinya
melakukan pengintimidasian terhadap Hee-jin. Untuk itulah, ia tak mau
bekerjasama dengan orang-orang seperti Hee-jin!
Hee-jin
membela dirinya karena ia memang tidak bersalah. Ia tak mengerti dengan rumor
yang dimaksud oleh Na-jung. Yeah, Na-jung tahu kalau seorang Hee-jin mana kenal
dengan reporter. Na-jung menganggap Hee-jin pergi menemui Han Dong-min dan
melaporkan ini semua. Hee-jin menyanggah bahwa ia dan Han Dong-min sama sekali
tidak memiliki hubungan.
Sekali
lagi Na-jung hendak memukul Hee-jin, dan untunglah Boong-do datang
menyelamatkan Hee-jin. Boong-do memegangi kedua siku lengan Na-jung dan
mendorongnya keluar dari dalam kamar. Boong-do masuk ke dalam dan ia menanyakan
pada Hee-jin bagaimana cara mengunci pintunya? Hee-jin maju dan mengunci pintunya.
“Bahkan
kau pun tidak tahu cara mengunci pintu?” kata Hee-jin setengah tak percaya.
“Sekarang
aku sudah tahu,” jawab Boong-do yang barusan melihat Hee-jin mengunci pintu.
Na-jung
hendak masuk kembali ke dalam kamar. Sialnya, pintu kamar dikunci dari dalam.
Seorang perawat mengenali Na-jung dan menyapanya. Na-jung yang semula kesal,
kemudian berubah menjadi manis dan membalas sapaan perawat itu.
Hee-jin
terduduk dengan lemas. Boong-do mengintip apakah Na-jung sudah pergi apa belum?
Boong-do meminta maaf pada Hee-jin yang telah ikut campur. Sebenarnya ia tak
berhak untuk ikut campur, tapi ia tak suka melihat orang lain mencari
keuntungan dari orang lainnya.
Boong-do
melihat luka di bawah mata Hee-jin. Ia menyentuh luka itu, dan Hee-jin menarik
mundur wajahnya. Hee-jin menyentuh lukanya dan ujung jarinya membekas darah.
Hee-jin menangis. Gadis itu tidak mengerti kenapa dirinya disalahkan seperti
ini.
“Suatu
tindakan yang terburu-buru dapat mengubahnya menjadi kekacauan. Namun, jika
dikurangi secara perlahan maka akan membuatnya menjadi lebih jelas. Tak ada
gunanya bertindak terburu-buru yang akan memacu kemarahan. Ini mengingatkanmu
agar kau bersikap lebih sabar. Jika kau lebih bersabar lagi, maka keadaan
seperti ini tidak akan membuatmu marah.”
“Bagaimana
bisa kau memahami kata-kata seperti ini? Sedangkan membuka pintu mobil saja
tidak bisa?”
“Aku
mengerti kata-kata Confusius. Apa bedanya dulu dan 300 tahun kemudian? Semuanya
tetap sama.”
Boong-do
memberitahukan bahwa ia sudah menemukan kertas jimatnya. Ia akan berganti baju
dan segera kembali ke zamannya. Jika ia tetap dengan berpakaian ini, maka ia
akan tampak aneh.
Manajer
Na-jung melihat Na-jung dan menghampirinya. Menanyakan pada artisnya apa
Na-jung baru saja melakukan masalah? Karena ia melihat air muka gusar dari
Na-jung.
Na-jung
berterus terang bahwa ia sedikit melakukan masalah. Tadi ia baru saja memukul
Hee-jin, dan ternyata ada seorang pria yang melihatnya. Na-jung menyuruh
manajernya untuk mencari tahu siapa pria itu.
Huh,
manajernya Na-jung kembali strez menghadapi skandal baru artisnya. Kasian
banget sih para manajer artis sana yang selalu kebagian mengurusi masalah
skandal yang sudah diciptakan oleh artisnya.
Hee-jin
bertanya pada Boong-do yang sedang berada di dalam kamar mandi. Ia menanyakan
maksud dari kata-kata Boong-do barusan dan hendak mencatatnya. Siapa tahu ia
bisa mengucapkannya ulang saat wawancara.
“Siapa
namamu?” tanya Boong-do.
“Choi
Hee-jin.”
“Kenapa
kau menyamar sebagai Ratu In Hyun?”
“Aku
seorang artis dan itu adalah peran yang kumainkan.”
Boong-do
di dalam toilet tampak mencari-cari sesuatu. Ia menemukan lipstik dan
menuliskannya di cermin wastafel. Sementara itu, Hee-jin mengintip ke luar
kamarnya. Tidak ada orang. Boong-do bisa keluar sekarang, tapi Boong-do
mengatakan ia akan mengurusnya sendiri. Boong-do mulai merapalkan mantra dan
hilang.
Hee-jin
tidak mendapat sahutan dari Boong-do yang berada di dalam toilet. Ia memutuskan
untuk melihat Boong-do. Betapa terkejutnya saat ia tidak menemukan Boong-do di
dalam toilet. Yang ditemukannya hanyalah sebuah tulisan Hanja di cermin
wastafel. Mana bisa Hee-jin membacanya…
Notes:
Wah,
Boong-do benar-benar memiliki ketenangan yang mahadahsyat. Ia sama sekali tidak
panik saat berada di dunia yang asing baginya. Gedung-gedung bertingkat; lalu
lintas; keramaian jalan; orang-orang yang berpakaian berbeda dengannya;
benda-benda asing. Semuanya dilihatnya dengan sangat tenang, walaupun tak dapat
dipungkiri kalau ada rasa kebingungan yang sangat besar di dalam matanya. Ini
nggak seperti Lee Gak dan tiga rangersnya yang begitu panik dan kebingungan
dengan Seoul.
Bahkan
Boong-do dengan hanya mengamati saja, ia bisa mempraktekkannya sendiri. Memakan
baju dan celana jeans; topi; tas; bahkan memasang risleting pun ia bisa. Berbeda
jauh banget sama Lee Gak. Hahaha,,, kenapa aku malah membandingkan kedua tokoh
ini???
Yang
jelas, Boong-do jauh-jauh-jauh-jauh-jauh lebih cerdas…
Recap dan
Photo oleh Phoo